Indonesia tengah mengalami cuaca panas yang ekstrem dan kekeringan, dengan suhu maksimum mencapai 40 derajat Celcius. Semarang dan Kertajati merupakan dua wilayah di Indonesia yang mencetak suhu tertinggi dalam beberapa waktu terakhir.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi ini disebabkan oleh fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang menyebabkan kenaikan suhu dan berkurangnya pembentukan awan hujan di selatan khatulistiwa. Selain itu, juga dipengaruhi oleh peningkatan suhu permukaan laut El Nino di Samudra Pasifik bagian timur serta pengaruh angin kering dari Australia yang membuat musim kemarau lebih panas dari biasanya.
Namun, hasil kajian dari Tim Variabilitas, Perubahan Iklim, dan Awal Musim Badan Riset dan Inovasi Nasional (TIVIPIAM-BRIN) menunjukkan fakta lain. Ketua Tim TIVIPIAM-BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa cuaca panas di Indonesia saat ini belum sepenuhnya dipengaruhi oleh El Nino. Indonesia diperkirakan masih akan mengalami penguatan El Nino atau belum memasuki fase penurunan dalam siklus hidup El Nino.
Kajian tersebut menemukan bahwa kekeringan yang terjadi saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh IOD positif daripada El Nino. Erma menjelaskan bahwa siklus hidup El Nino atau La Nina berlangsung selama 9 bulan, dengan perjalanan gelombangnya dimulai dari Samudra Pasifik bagian timur dekat Peru dan bergerak menuju barat, yaitu Samudra Pasifik ujung barat yang dekat dengan Papua. Area 3.4 diyakini memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi iklim di Indonesia.
Erma menjelaskan bahwa saat ini El Nino masih berada di area 2 dengan indeks suhu yang masih tinggi. Namun, El Nino sedang bergerak menuju area 3 sambil mengalihkan energi panasnya ke wilayah nino 3. Indeks suhu di nino 3 telah mencapai level yang tinggi, sehingga diperkirakan kekeringan akan semakin terasa ketika indeks mencapai level 2 di nino 4 atau 3.4 yang berada paling dekat dengan Indonesia. Namun, El Nino tahun ini bertepatan dengan peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius, sehingga intensitas El Nino di area 3.4 dapat bertahan tinggi dan lama.
Para peneliti masih menunggu dan meneliti apakah Indonesia akan mengalami Gorila El Nino. Prediksi dari pemodelan yang dilakukan oleh Biro Meteorologi Australia menunjukkan bahwa intensitas El Nino berpotensi semakin kuat dan bertahan lama. Namun, semua ini masih dalam pengamatan dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikannya.