Jakarta, CNBC Indonesia – Diperkirakan bahwa 193 anggota Majelis Umum PBB akan melakukan pemungutan suara mengenai perang Israel-Gaza pada Jumat (27/10/2023). Namun, Palestina hanya berstatus sebagai pengamat dan bukan anggota sehingga tidak memiliki hak suara.
Yordania, yang bertindak atas nama negara-negara Arab, telah mengusulkan resolusi Majelis Umum yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan setelah Dewan Keamanan PBB gagal mengambil tindakan.
“Dalam pidato emosionalnya di Majelis Umum PBB pada Kamis, Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengimbau semua orang untuk memilih menghentikan pembunuhan tersebut. Dia menginginkan bantuan kemanusiaan untuk mencapai mereka yang hidupnya tergantung padanya. Dia meminta untuk menghentikan kegilaan ini,” seperti yang dikutip dari Al Jazeera.
Menteri Luar Negeri Palestina juga berpidato di depan Dewan Keamanan PBB pada sesi khusus pekan ini. Namun, sebagai negara pengamat non-anggota, Palestina tidak dapat berpartisipasi dengan cara yang sama seperti negara-negara anggota penuh PBB.
Status Palestina sebagai pengamat non-anggota PBB diberikan pada tahun 2012 setelah mayoritas dari 193 anggota Majelis Umum memilih untuk memberikannya. Pada saat itu, 138 anggota memilih ya, sembilan orang memilih tidak, dan 46 anggota abstain atau tidak memilih. Negara-negara yang memilih tidak adalah Amerika Serikat (AS), Israel, Kanada, serta negara-negara Kepulauan Pasifik termasuk Nauru dan Palau.
Meskipun status pengamat negara non-anggota tidak secara resmi diakui dalam Piagam PBB, Palestina dan Takhta Suci, yang juga dikenal sebagai Vatikan, memegang status tersebut.
Peluang untuk menjadi anggota penuh PBB masih rumit bagi Palestina. Pada tahun 2019, Majelis Umum PBB memutuskan untuk memberikan Palestina kekuasaan tambahan terbatas ketika negara tersebut memimpin Kelompok 77. Namun, Dewan Keamananlah yang memutuskan calon mana yang akan menjadi anggota penuh PBB.
Dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB, setiap negara anggota memiliki hak suara. Meskipun resolusi Majelis Umum PBB dianggap kurang mengikat secara hukum dibandingkan resolusi Dewan Keamanan, terutama dalam memanggil gencatan senjata.