Pemda Khawatir Bangkrut karena Skema Anggaran PNS Diubah

by -817 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Para pejabat di pemerintah daerah khawatir instansinya kolaps atau bangkrut akibat rencana kebijakan sistem basket anggaran belanja pegawai yang akan diterapkan pemerintah pusat dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang manajemen pegawai aparatur sipil negara (ASN).

Kekhawatiran bangkrut ini disampaikan salah satunya oleh pejabat pemerintahan kabupaten Konawe Utara, Safruddin dalam acara Penataan Manajemen ASN Pasca UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang diadakan Senin (6/11/2023).

Ia menilai, beban anggaran belanja pegawai yang menggunakan sistem basket akan membebani keuangan daerah. Sebab, selama ini banyak pemerintahan daerah yang menggantungkan beban anggaran belanja pegawai terhadap dana alokasi umum dari pemerintah pusat.

“Nah dalam proporsi yang disetelah keluarnya aspek penataan manajemen ASN lahirnya UU No. 20/2023 itu tentunya akan menjadi beban dan bahkan ada daerah yang akan kolaps, karena dari pembebanan itu berdasarkan kemampuan daerah,” kata dia sebagaimana dikutip Selasa (7/11/2023).

Sekda Konawe, Ferdinand Sapan menambahkan, permasalahan ini juga disebabkan struktur APBD di banyak pemerintah daerah yang porsi penerimaan asli daerahnya paling tinggi sebesar 15% dari APBD masing-masing, bahkan ada yang 95% menggantungkan pendapatannya dari dana transfer pemerintah pusat.

“Dalam praktiknya apa yang bapak masukkan dalam UU ini prinsipnya dasar bagus tapi dalam implementasinya di daerah banyak hambatan tantangan yang tidak seperti bapak pikirkan,” tegasnya.

Merespons pernyataan tersebut, Plt. Asisten Deputi Manajemen Talenta dan Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Kementerian PANRB, Yudi Wicaksono menegaskan, sistem basket anggaran belanja pegawai tidak akan sampai membuat suatu daerah bangkrut, karena terbebani juga untuk menggaji pegawai di daerah.

Ia memperkirakan, yang memungkinkan terjadi adalah adanya pegawai di instansi tersebut yang gaji atau penghasilannya di bawah rentang penghasilan baru yang akan pemerintah tetapkan dalam RPP manajemen pegawai ASN. RPP itu merupakan aturan turunan dari UU No. 20/2023 pengganti UU No. 5/2014.

“Pembebanan anggaran SDM yang baru tidak akan membuat SDM kolaps. Yang terjadi kemungkinan ada pegawai yang digaji di bawah rentang salary,” tegas Yudi.

Oleh sebab itu, ia menyarankan agar memiliki roadmap untuk menangani para pegawai yang berpotensi memiliki penghasilan di bawah rentang gaji baru nantinya. Mulai dari penurunan hingga relokasi pegawai ke daerah lain yang memiliki ruang anggaran atau APBD lebih besar.

“Ketika kita simulasikan pertama kali, untuk migrasi pertama kali bisa jadi ada yang di bawah rentang gaji baru. Untuk itu setiap instansi daerah yang memiliki pegawai di bawah rentang gaji baru nanti harus memiliki roadmap kapan yang bersangkutan bisa dimasukkan dalam rentang, mitigasinya bagaimana, berarti harus ada penurunan,” tuturnya.

Opsi lainnya adalah daerah itu harus mampu meningkatkan porsi penerimaan asli daerahnya (PAD), atau mampu meningkatkan memperoleh peningkatan alokasi transfer dari pemerintah pusat dengan memperkuat kontribusi capaian prioritas nasional, indeks RB, dan anggaran sumber daya manusia yang ditinjau oleh Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri PANRB, dan Kemendagri.

“Kalau anggarannya tidak bisa bertambah, PAD tidak bisa makin besar atau top up dari pusat tidak bisa bertambah, maka pilihannya harus ada redistribusi pegawai di instansi itu,” ucap Yudi.

“Kita akan punya bursa posisi ASN, mudah-mudahan akan terbuka. Konawe bisa lihat di Sulawesi yang masih butuh pegawai dengan jenjang apa dengan formasi apa itu nanti akan terbuka harapannya seperti itu sehingga pegawai di tempat bapak bisa didorong mutasi ke daerah yang anggarannya masih leluasa,” ungkapnya.

Jika daerah tidak mau menggunakan sistem basket anggaran belanja pegawai, Yudi menekankan, bisa saja pemerintah mengembalikan sistem belanja seperti yang ada saat ini, dengan porsi anggaran untuk gaji lebih kecil dari insentif yang diterima. Konsekuensinya, ia memastikan pensiunan para ASN tidak akan kunjung membaik dan terus menerus kecil di masa tua.

“Jadi itu untuk sistem basket anggaran, kalau tidak ya kita kembali ke sistem sekarang di mana gaji kita lebih kecil dari insentif, sudah pasti ketika masih menjabat kita sejahtera tapi begitu pensiun langsung terjun bebas. Ini pilihan, hidup ini pilihan, mau kita sistemnya basket atau sistemnya kita sentralisasi kayak sekarang nah silakan kita diskusikan nanti dalam pembahasan RPP,” tegas Yudi.

Direktur Dana Transfer Umum Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Sandy Firdaus menambahkan, dari hasil simulasi penggunaan sistem basket anggaran belanja pegawai ini, memang saat ini tak memungkinkan 100% daerah menerapkan dalam waktu dekat. Termasuk soal penerapan gaji dengan rentang yang baru.

“Terkait daerah yang mungkin kolaps sebetulnya ini yang masih dalam simulasi bagaimana dengan range baru ini apakah 546 daerah bisa langsung melaksanakan semua walau kemungkinan itu kecil sebetulnya kalau bisa 100% semua masuk di range salary yang ada sebetulnya kemungkinan kecil,” kata Sandy.

Namun, ia menekankan, yang ingin diubah pemerintah saat ini adalah terkait pemenuhan kesejahteraan ASN. Jika porsi anggaran belanja pegawai sistemnya tidak diubah, maka ia memperkirakan tidak akan ada perbaikan penghasilan para pegawai hingga masa pensiun.

“Kalau kita ngomongin manajemen ASN ada dua hal, tidak hanya gaji tapi bagaimana pola yang kita bentuk ini yang coba kita ubah, ada terobosan-terobosan baru dari teman-teman Kementerian PANRB, sekali lagi ini berproses, j