Tentang Mohammad Noer yang lebih dikenal sebagai Cak Noer. Saya sebenarnya baru mengenalnya setelah dia pensiun. Saya sempat bertemu dengannya ketika dia menjadi duta besar di Prancis, tetapi baru memiliki kesempatan untuk berbincang lebih dalam setelah dia pensiun dan kembali ke Surabaya.
Sebagai tokoh Jawa Timur yang sangat dekat dengan rakyat, saya merasa perlu untuk berdiskusi dengan beliau. Saat itu, saya menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia. Mungkin karena beliau tahu bahwa saya juga sangat memperhatikan nasib pertanian dan petani di Indonesia. Beliau bersedia untuk memberi pengarahan dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh HKTI di Surabaya. Setelah itu, saya beberapa kali berbincang dengan beliau.
Beliau memiliki pandangan yang banyak tentang pembangunan perekonomian di pedesaan dan ekonomi kerakyatan yang sejalan dengan pendapat saya. Kami yakin bahwa Indonesia bisa mandiri, harus swasembada pangan, dan harus memberi penghasilan yang lebih adil kepada para petani yang merupakan kelompok produsen yang vital bagi kemerdekaan suatu bangsa.
Dari banyak cerita beliau, ada beberapa hal yang menarik bagi saya. Pertama, beliau sering mengajak seluruh staf utama melakukan perjalanan dari desa ke desa. Beliau sering menghadiri rapat di pendopo desa, kecamatan, dan kabupaten. Beliau mengatakan bahwa dalam sebulan, beliau bisa dua hingga tiga minggu berada di luar ibu kota provinsi, lebih sering berada di desa maupun di kecamatan. Dari situ, beliau bisa melihat dan menangkap kesulitan-kesulitan yang dialami di pedesaan.