Isu nikel sebagai komponen bahan baku baterai listrik (Electric Vehicle/EV) sedang hangat diperbincangkan. Nikel saat ini sedang dibanding-bandingkan dengan Lithium-Ferro-Phosphate (LFP) sebagai komponen kendaraan listrik khususnya Tesla.
Isu ini muncul saat Co-Captain Timnas AMIN Thomas Lembong/Tom Lembong dalam sebuah Podcast menyebutkan bahwa semua mobil Tesla yang dibuat di China tak lagi memakai nikel melainkan LFP.
Pernyataan Tom Lembong itu lantas ditanggapi oleh Cawapres RI nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka, yang menyatakan bahwa Tom Lembong membohongi publik. Ia bilang, tidak semua mobil listrik menggunakan baterai jenis LFP, ada juga yang masih menggunakan nikel sebagai komponen utama baterai mobil listrik.
Lantas apa saja keunggulan baterai nikel dibandingkan baterai LFP?
Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut beberapa keunggulan penggunaan nikel untuk mobil listrik, seperti baterai nikel berdensitas energi lebih tinggi. Hal ini berarti mobil listrik yang menggunakan baterai nikel dapat lebih tahan lama karena daya listriknya yang lebih tinggi.
“Nikel itu lebih energi dense. Bisa muat lebih banyak energi, lebih kecil, dan lebih ringan juga jadi mobil Tesla-nya bisa pergi lebih jauh sekali charge,” kata Lutfi dalam unggahan video di akun TikTok pribadinya, mengutip Detikcom, Selasa (23/1/2024).
Keunggulan itulah, menurut Lutfi, yang menyebabkan penggunaan baterai nikel masih lebih besar dibandingkan dengan LFP. Berdasarkan data Badan Energi Internasional (IEA) mencatat penggunaan nikel tetap menjadi komponen baterai listrik terbesar dengan pangsa pasar sebesar 60%. Sedangkan penggunaan baterai LFP pada mobil listrik hanya sebesar 27% pada tahun 2022.
Di sisi lain, kinerja baterai LFP bisa menurun hingga 60% pada musim dingin. Bahkan, Lutfi menyebut baterai LFP dapat mati di bawah suhu -10 derajat. “Juga kinerja baterai LFP bisa menurun hingga 60% di cuaca dingin. Baterai LFP bisa mati di suhu di bawah minus 10 derajat bahkan,” jelasnya.