Pemerintah Menyiapkan Rencana Pengurangan Gaji Bagi Buruh, Suara Mereka Menyuarakan Kesulitan Hidup

by -106 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan buruh akhirnya merespons dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Adanya aturan ini membuat buruh semakin menderita.

Dalam aturan tersebut, persentase besaran simpanan paling baru ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Pada Ayat 2 Pasal 15 nya mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sedangkan untuk peserta pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh mereka sebagaimana diatur dalam ayat 3.

“Upah murah sekarang mulai berlaku, ditambah lagi penderitaan dengan kenaikan harga pangan, ditambah lagi dengan banyak sekali PHK massal dan perusahaan tutup. Nah sesuatu yang sangat menjengkelkan dan membuat kesal emosi kita pemerintah mengeluarkan aturan yang membuat gaduh dan membuat tambah menderita buruh,” ungkap Presiden Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/5/2024).

Mirah menegaskan buruh menolak aturan ini. Dia juga bilang buruh tidak dilibatkan dalam lahirnya PP Nomor 21 Tahun 2024.

“Sudah berat gajinya dipotong sekarang tabungan buruh sudah tidak ada, kami kecewa dan menolak ini. PP ini tidak pernah ada keterlibatan secara komunikasi dengan pekerja buruh,” imbuhnya.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani meminta regulasi Tapera dikaji ulang karena memberatkan. Program ini juga tidak wajib bagi para buruh. Dia juga mengungkapkan sejak awal kalangan serikat pekerja tidak dilibatkan dalam menyusun regulasi tersebut.

“Pemotongan 3% sangat memberatkan buruh dan kami mengusulkan Tapera tidak bersifat wajib. Kami usulkan bersifat opsional dan menjadi pilihan untuk bisa ikut atau tidak,” timpalnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno mengatakan pihaknya tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas aturan ini.

“Bahwa kami unsur serikat buruh yang mewakili buruh tidak pernah diajak dialog/diskusi untuk membahas PP 21 tersebut, sehingga sangat jelas pemerintah memutuskan aturan tersebut secara sepihak. Prinsip hak berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan,” sebutnya.

Dia pun mengaku berat saat tahu besaran potongan untuk Tapera cukup besar. Gaji buruh lanjutnya sudah habis dipotong untuk program pemerintah lainnya mulai dari BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan.

“Potongan BPJS Kesehatan 1%, Jaminan Hari Tua (JHT) 2%, Jaminan Pensiun 1%, PPH 21 (take home pay) 5% dari PTKP, potongan koperasi, dan lain-lain, ditambah Tapera 2,5% dari buruh. Sehingga Jika upah buruh Rp 2 juta sampai dengan Rp 5 juta per bulan maka potongan upah buruh bisa mencapai Rp 250 ribu sampai Rp 400 ribu an per bulan,” tuturnya.

Sunarno menyatakan bahwa Potongan Tapera jelas membebani buruh, mengingat dengan adanya potongan upah tersebut lantas buruh tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu cepat. Pemerintah seharusnya fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara bukan malah memotong gaji buruh yang kecil tersebut sebagai modal investasi atau bahkan dengan mengotak-atik Dana BPJS untuk modal investasi ekonomi makro yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

“Kami mencurigai pemotongan gaji untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki,” terangnya.