Jakarta, CNBC Indonesia – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menganggap bahwa program tabungan perumahan rakyat atau Tapera bukan solusi untuk mengatasi masalah backlog yang dihadapi Indonesia.
Tim Peneliti LPEM FEB UI yang terdiri dari Yusuf Sofiyandi Simbolon, Yusuf Reza Kurniawan, Nauli A. Desdiani, dan Firli W. Wahyuputri menyatakan bahwa kewajiban untuk menyediakan rumah layak bagi masyarakat menengah ke bawah seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan tanggung jawab pekerja secara umum seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Mereka menambahkan bahwa backlog atau krisis kebutuhan kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,7 juta unit rumah pada tahun 2023, meningkat dari 11,6 juta unit pada tahun 2022. Ini disebabkan oleh berbagai kompleksitas dalam penyediaan hunian di dalam negeri, seperti harga rumah yang semakin mahal, inflasi harga bahan bangunan, ketidaksesuaian lokasi rumah dengan lokasi yang diinginkan masyarakat, serta penurunan daya beli masyarakat.
“Mengatasi kompleksitas ini, pemerintah perlu menerapkan serangkaian kebijakan sektor perumahan yang terintegrasi. Program Tapera bukanlah solusi utama untuk menyediakan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” tulis mereka dalam laporan khusus berjudul ‘Ribut Soal Tapera: Kebijakan Harga Mati untuk Turunkan Angka Kekurangan Perumahan Nasional?’.
Mereka menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada peningkatan peran perumahan sosial untuk menyediakan rumah yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Perumahan sosial adalah hunian yang ditujukan bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu membeli rumah di pasar swasta.
Pemerintah juga disarankan melanjutkan program subsidi rumah untuk masyarakat menengah ke bawah dengan DP rendah, cicilan terjangkau, atau bahkan bebas pajak. Hunian subsidi tersebut hendaknya dekat dengan pusat perekonomian dan dilengkapi dengan akses transportasi umum dan jalan tol.
Kebijakan ini dianggap penting karena harga properti residensial mengalami perlambatan signifikan selama pandemi global Covid-19. Meskipun harga rumah mengalami perlambatan pertumbuhan, harga rumah di kota-kota besar masih relatif tinggi.
Kesimpulannya, Tim Peneliti LPEM FEB UI menekankan pentingnya pemerintah mengimplementasikan kebijakan yang terintegrasi dan memberikan insentif bagi masyarakat agar mereka dapat memiliki rumah layak secara lebih efektif.