Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendapat pertanyaan tentang kepastian kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan yang direncanakan sebesar 12% saat rapat kerja dengan Komite IV DPD RI.
Salah satu pertanyaan datang dari Anggota DPD Achmad Sukisman Azmy. Dia menyatakan bahwa banyak masyarakat merasa keberatan dengan rencana kenaikan itu sejak muncul ke publik karena dianggap membebani ekonomi.
“Situasi ini sangat membebani ekonomi kita yang baru pulih setelah Covid-19,” kata Sukisman saat rapat kerja dengan Sri Mulyani di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (11/6/2024).
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN adalah amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menyebutkan PPN harus naik bertahap dari 10% menjadi 11%, kemudian 12% pada 2025.
Namun, Sri Mulyani menekankan bahwa keputusan untuk kenaikan tarif PPN tersebut seutuhnya merupakan kewenangan dari pemerintahan Prabowo Subianto yang terpilih. Karena pada tahun 2025, pemerintahan yang menjalankan adalah pemerintahan baru tersebut.
“Kami akan menyerahkan kenaikan PPN 12% untuk tahun depan kepada pemerintah baru. Undang-undang memang membagi kenaikan PPN menjadi dua tahap, namun kami juga memahami kondisi perusahaan,” ujar Sri Mulyani.
Meskipun begitu, keputusan terkait kenaikan PPN akan dipertimbangkan oleh pemerintahan berikutnya dengan memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat serta peningkatan kebutuhan belanja pemerintah yang terus meningkat dari tahun ke tahun untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, terutama di tengah pandemi Covid-19.
“Keputusannya nanti akan didasarkan pada keinginan untuk menjaga perekonomian, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan meningkatnya pendapatan negara, terutama setelah kenaikan belanja yang signifikan selama pandemi,” tegas Sri Mulyani.