Penjualan mobil nasional tahun ini belum mampu melampaui capaian pada 2023 lalu. Pasar dikabarkan lesu karena masyarakat cenderung menunggu dan menahan belanja, termasuk menunda pembelian mobil dan properti.
Rupanya, pasar juga menunggu pergantian pemerintahan dari tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin ke pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di tengah tekanan ketidakpastian ekonomi global.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil secara wholesale (pabrikan ke dealer) pada periode Januari-Mei 2024 masih lebih rendah sekitar 21%, tercatat hanya 334.969 unit. Pada periode sama tahun 2023 jumlahnya tercatat mencapai 423.771 unit.
Secara ritel (dealer ke konsumen), penjualan pada periode Januari-Mei 2024 juga masih terkoreksi sekitar 14,4% menjadi 361.698 unit dibandingkan periode sama tahun 2023 yang mencapai 422.514 unit.
Di bulan Mei 2024, tercatat penjualan mobil nasional secara wholesale masih anjlok 13,3% menjadi 71.263 unit dibandingkan Mei 2023 yang tercatat di 82.189 unit. Dan secara ritel turun 12,6% menjadi 72.137 unit dibandingkan Mei 2023 yang mencapai 82.560 unit.
Secara bulanan, memang penjualan bulan Mei 2024 naik 46,5% secara wholesale dibandingkan April 2024 yang mencatat 48.637 unit. Dan naik 22,7% secara ritel dari posisi April 2024 yang sebanyak 56.788 unit.
Lebih rinci, mengutip data yang dirilis PT Astra International Tbk, penjualan mobil nasional secara bulan ke bulan sejak awal 2024 di bawah capaian tahun 2023. Penjualan sejak Januari hingga Mei 2024 belum pernah menembus angka 75.000 unit, dan posisi terendah tercatat di 48.637 unit pada bulan April 2024.
Sementara di Januari hingga Mei 2023, penjualannya selalu di atas 80.000 unit, kecuali di April 2023 yang tercatat hanya 58.981 unit. Dan penjualan tertinggi mencapai 101.272 unit pada Maret 2023.
“Ketidakpastian ekonomi global dan domestik di fase pergantian kepemimpinan nasional saat ini membuat konsumen middle-income menunda pembelian, termasuk pembelian mobil dan properti,” kata Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (18/6/2024).
Kondisi itu, jelasnya, menambah buruk kondisi daya beli masyarakat yang saat ini tertekan. Pendapatan masyarakat, khususnya kelompok menengah di Indonesia, secara signifikan tergerus akibat lonjakan harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya.
“Belum lagi, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan (pada April 2024 jadi 6,25% atau naik 25 basis poin) untuk menekan inflasi. Hal ini menyebabkan cicilan kredit, termasuk kredit mobil dan rumah, menjadi lebih mahal,” terang Yannes.
“Daya beli masyarakat middle-income di Indonesia melemah akibat kenaikan harga kredit barang dan jasa secara umum, termasuk bahan makanan dan kebutuhan pokok, secara signifikan menggerus daya beli,” ujarnya.
Hal ini, ujar Yannes, memengaruhi segmen masyarakat middle-income dan lower-middle income yang mewakili sekitar 20 juta captive market mobil-mobil terjangkau ramah lingkungan (low cost and green car/ LCGC), yang menjadi varian mobil terbanyak di Indonesia.
Indikasi penurunan daya beli ini tercermin dari penjualan LCGC yang terpantau lebih rendah dibandingkan tahun 2023.
Sejak Januari hingga Mei 2024, penjualan bulanan LCGC selalu di bawah 17 ribu unit, terendah di bulan April yang hanya 9.743 unit.
Sedangkan di Januari hingga Mei 2023, penjualan LCGC terendah tercatat 9.987 unit di bulan April, pada Januari dan Maret tembus 20 ribu unit, sementara Februari dan Mei di atas 16.000 unit.
Penjualan LCGC Januari-Mei 2024 tercatat sebanyak 74.391 unit, dibandingkan periode sama tahun 2023 yang mencapai 84.136 unit.