LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -184 Views

Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati seharusnya bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-muridnya dan anak buahnya lebih sukses daripada dirinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing murid-muridnya untuk mencapai potensi penuh mereka dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan bangsa dan negara. LETJEND TNI (PURN.) KEMAL IDRIS Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi tokoh TNI yang sangat terkenal. Pada saat itu, dia dikenal sebagai salah satu tokoh utama rezim Orde Baru di awal pemerintahan Presiden Suharto. Pak Kemal Idris juga adalah teman dari pamanku, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris berkata kepada saya: ‘Saya adalah sahabat terbaik dari pamannya. Pamannya adalah seorang pria yang sangat berani. Jika pamannya masih hidup hari ini, saya yakin dia akan menjadi Panglima Kostrad. Kamu harus mengikuti jejak pamannya, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.’ Saya ingat kata-katanya. Setelah saya mempelajari lebih lanjut tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya mengerti bahwa dia adalah orang yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang memasuki ibu kota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia. Pada saat itu, Pak Kemal Idris adalah seorang Mayor, sehingga dia sangat terkenal. Pada saat itu, ada tradisi untuk memberi nama kepada batalyon TNI sesuai dengan komandan-komandan terkenal. Jadi ada Batalyon Kemal Idris, Batalyon Ahmad Yani, Batalyon Poniman, dan lain-lain. Pada 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pengepungan Istana. Pak Kemal Idris adalah seorang pria yang berani, sangat pro-rakyat, dan sangat nasionalis. Dia sangat benci terhadap korupsi sehingga bahkan dengan berani mengkritik atasannya, sehingga seringkali atasan-atasan menganggapnya sebagai anak nakal. Saya bahkan pernah mendengar Pak Harto sebut-sebut nama Pak Kemal Idris dengan senyum sambil tertawa, ‘Ya, Kemal, ya… Kemal yang keras kepala.’ Namun atasannya selalu memaafkan dan selalu melindunginya karena dia adalah seorang pria yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda. Kemal Idris melawan pemberontak selama tahun 1950an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, dia menjadi orang dekat Pak Harto di Kostrad sebagai Wakil Kepala Stafnya. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto menjadi Panglima Kostrad. Kualitas Pak Kemal Idris yang saya ingat dan kagumi adalah sikap terbuka dan ramah, serta humoris. Dia selalu jujur dan selalu berpihak pada orang-orang yang kurang beruntung. Namun Pak Kemal Idris juga memiliki kekurangan. Dia adalah orang yang emosional dan sering membuat keputusan dan kesimpulan tergesa-gesa sebelum memahami situasi dengan baik. Terkadang, sifat ini membuatnya masuk ke dalam masalah yang sebenarnya. Selama hidupnya, dia sering memberi saya nasihat. Setiap kali saya bertemu dengannya, dia selalu berbagi pengalaman dan kebijaksanaan. Sesaat sebelum kematiannya, ajudannya memberi tahu saya bahwa dia sangat sakit, dan saya mengunjunginya di Rumah Sakit Abdi Waluyo di Menteng, Jakarta. Di tempat tidurnya, dia berbisik kepada saya, ‘Prabowo, teruslah berjuang.’ Kata-kata terakhirnya kepada saya, ‘Jaga Republik ini, terima kasih.’ Saya memberi hormat kepadanya, dan dalam sekejap, air mata mulai mengalir di wajah saya. Itu adalah momen yang penuh emosi. Pada saat itu, saya sudah dipecat dari jabatan Pangkostrad. Saya bisa merasakan getaran jiwa Pak Kemal Idris saat dia mengalami momen-momen terakhirnya. LETJEND TNI (PURN.) HARTONO REKSO DHARSONO Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu sahabat terdekat Pak Harto. Dia berani membenahi Pak Harto, mengkritik, dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasan dan koleganya. Ia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Dia sering memakai Topi Setia Budi. Dia muncul sebagai tokoh idola pahlawan. Dia diidolakan oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda di ibu kota Jakarta. Letnan Jenderal TNI (Purn.) H. R. Dharsono dikenal oleh orang-orang terdekatnya dengan nama panggilan Pak Ton. Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga adalah sahabat dari pamanku Pak Subianto dan ayahku, Pak Soemitro. Dia pernah bertugas sebagai Atase Pertahanan di London. Dia juga memiliki karier gemilang di TNI. Dia adalah tokoh terkemuka di Kodam Siliwangi, yang pada saat itu dikenal sebagai Divisi Siliwangi. Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono menonjol sebagai komandan batalyon. Ketika pemberontakan G30S/PKI terjadi, ia merupakan Kepala Staf Kodam Siliwangi. Akhirnya, ia menggantikan Mayor Jenderal Ibrahim Adjie, kemudian menjadi Komandan Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada saat itu, dia berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Dia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Dia sering memakai Topi Setia Budi. Dia diidolakan sebagai tokoh pahlawan, terutama oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda ibu kota Jakarta. Selama era Orde Baru, dia adalah salah satu pendukung terkuat Pak Harto. Dia berani membenahi Pak Harto, mengkritik Pak Harto, dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik atasannya dan koleganya. Akibatnya, dia dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjara. Pada saat itu, saya masih seorang perwira junior. Saya khawatir karena saya tahu dia dicemooh dan difitnah mungkin oleh kelompok di TNI yang tidak suka padanya. Ketika dia dipenjara, saya masih Letnan Dua. Ketika saya mengikuti kursus dasar spesifik untuk cabang di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu dengan keluarganya. Kemudian saat saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Pada saat itu, saya bertanggung jawab atas pembangunan markas Detasemen 81 di Jakarta dan pemilihan kontraktor serta subkontraktor. Saya mengetahui bahwa beberapa orang muda dari Bandung mendirikan perusahaan mebel dan mendaftarkan diri sebagai subkontraktor interior untuk markas tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan itu. Kemudian saya dimarahi oleh seorang perwira senior saya, yang berkata, ‘Di antara…’

Source link