Diplomacy in the Prabowo Era: Legacy and Insights from Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -25 Views

Apa yang Akan Terjadi pada Diplomasi Luar Negeri Indonesia di Era Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra Sumitro Djojohadikusumo, banyak yang menduga bahwa banyak strategi diplomasi Prof. Sumitro akan diwarisi dan dilaksanakan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Pendekatan ini melibatkan pemanfaatan kekuatan narasi dan kedekatan keluarga untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.

Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia terkemuka, tidak banyak yang tahu bahwa Prof. Sumitro juga merupakan seorang diplomat yang luar biasa.

Salah satu contoh signifikan dari upaya diplomasi Prof. Sumitro terdokumentasi dalam sebuah artikel New York Times.

Pemohon Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah Amerika Serikat, yang dipublikasikan di New York Times pada tanggal 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan dari Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Prof. Sumitro menulis:

“Pertempuran militer Belanda saat ini sayangnya telah mewujudkan ketakutan yang ada dalam pikiran semua orang yang baik hati. Dalam sejarah modern bangsa-bangsa, hanya “penusukan” oleh Signor Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang terhadap Pearl Harbor pada tahun 1941 dapat dibandingkan dengan tindakan Belanda yang tercela ini tanpa peringatan.”

“Tidak ada alternatif lain bagi Republik Indonesia selain untuk menjalani kehidupan sendiri dan melanjutkan sebagaimana terbaik yang mereka bisa sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.”

“Kami dengan hormat namun mendesak meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan pemberian dolar Amerika kepada Belanda dalam Program Pemulihan Eropa atau dengan cara lain.”

Pada saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, ayah dari Prabowo Subianto, menjadi Kepala Delegasi Indonesia di PBB.

Setelah Perang Dunia II, Belanda pada dasarnya bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika di bawah Rencana Marshall, yang disalahgunakan untuk mendanai operasi militer di Indonesia.

Sumitro, yang saat itu baru berusia 31 tahun, diberi tugas oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.

Sumitro melakukan lobi kepada pejabat Amerika di Washington dan PBB di New York.

Berkat upaya Sumitro, Menteri Luar Negeri AS, Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan kepada Belanda, karena klaim Sumitro terbukti: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.

Penghentian bantuan membuat Belanda terpaksa untuk bernegosiasi dengan Indonesia di Konferensi Meja Bundar, akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Usia muda Sumitro dan kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta keterampilan jaringan internasionalnya, membuat Presiden Sukarno menugaskannya tugas yang sangat penting ini.

Keberhasilan diplomasi naratif dan kedekatan Sumitro memainkan peran penting dalam memastikan kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi.

Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

Catatan dari @Dirgayuza

Source link