Alasan Manufaktur di Indonesia Terganggu

by -90 Views

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menterinya untuk mencari tahu penyebab penurunan PMI manufaktur Indonesia. Seperti diketahui, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024, turun ke level 49,3 atau terkontraksi.

Jokowi mengatakan penurunan paling banyak berada di sektor produksi, pemesanan baru, dan ketenagakerjaan. Dia pun menilai perlunya upaya untuk meningkatkan penggunaan produk lokal, terutama belanja pemerintah. Sementara di sisi lain, situasi permintaan global melemah.

“PMI yang kita tahu setelah ekspansif selama 34 bulan berturut-turut, pada Juli kita masuk ke level kontraksi. Ini agar dilihat betul, diwaspadai betul secara hati-hati,” tegas Jokowi dalam Pengantar Rapat Sidang Kabinet Perdana di IKN, Senin (12/8/2024).

“Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi karena penurunan PMI ini saya lihat sudah terjadi sejak 4 bulan terakhir,” tambahnya.

Dari catatan CNBC Indonesia, PMI manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 49,3 pada Juli 2024. PMI Manufaktur Indonesia terus memburuk dan turun selama empat bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 menjadi 49,3 pada Juli 2024.

Puncaknya adalah kontraksi pada Juli 2024 setelah PMI manufaktur Indonesia ada dalam fase ekspansif selama 34 bulan sebelumnya.

Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, menjelaskan PMI mengalami kontraksi karena penurunan permintaan.

“Pesanan baru dan produksi turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun. Karena itu, para produsen bersikap hati-hati, dengan aktivitas pembelian sedikit dikurangi dan pekerjaan turun pada tingkat tercepat sejak September 2021,” tutur Paul, dikutip dari situs resminya.

S&P menjelaskan menurunnya permintaan disebabkan oleh lesunya pasar. Kondisi ini membuat penjualan turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun. Ekspor menurun meskipun dalam skala yang lebih kecil. Adanya keterlambatan dalam pengiriman juga ikut menekan ekspor.

Kendala dari sisi pasokan juga membatasi perusahaan dalam meningkatkan output dan membuat keterlambatan pengiriman. Waktu tunggu rata-rata yang semakin panjang akibat tantangan pengiriman lewat jalur laut juga terus terjadi. Data survei terbaru menunjukkan bahwa waktu tunggu rata-rata kini lebih lama. Ini adalah kali pertama situasi tersebut terjadi dalam tiga bulan terakhir.

“Salah satu yang membuat waktu tunggu lebih lama dan pengiriman lebih panjang adalah karena situasi di Laut Merah” tulis S&P dalam laporannya.