LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [SULTAN HASANUDDIN]

by -17 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]

Dalam ratusan tahun sejarahnya, Indonesia memiliki pemimpin-pemimpin tangguh, pembela rakyat, dan pejuang keadilan yang dengan berani menentang kolonisasi dan dominasi oleh bangsa lain. Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil melawan penjajah kolonial.

Kadang-kadang, seiring berjalannya waktu, kita cenderung melupakan kisah-kisah para pendahulu kita. Kadang-kadang kita lupa sejarah kita dan mempertanyakan identitas kita sendiri.

Dari Indonesia Timur, sejarah mencatat perjuangan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tahun 1631. Ia adalah putra kedua Sultan Malikussaid. Ia juga dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda karena keberaniannya, yang berarti Ayam Jago Timur.

Sejak kecil, sudah terlihat bahwa ia memiliki jiwa seorang pemimpin. Selain cerdas, ia juga pandai berdagang. Oleh karena itu, ia memiliki jaringan perdagangan yang luas. Ia juga sering diundang oleh ayahnya untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting dengan harapan agar ia bisa terbiasa dengan pengetahuan dan seni diplomasi dan perang. Ayahnya beberapa kali mempercayakan kepadanya untuk menjadi duta besar dalam mengirim pesan ke berbagai kerajaan.

Ketika baru berusia 21 tahun, Hasanuddin diangkat sebagai menteri pertahanan Gowa. Setelah menjadi Raja, Sultan Hasanuddin menciptakan beberapa masalah bagi Belanda. Keteguhan Sultan Hasanuddin bisa dilihat dalam penolakannya yang teguh terhadap monopoli perdagangan VOC.

Selama masa pemerintahannya, Sultan Hasanuddin berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk menguasai Kesultanan Gowa. Sultan Hasanuddin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Gowa melawan kekuatan kolonial. Hal ini mengganggu rencana Belanda untuk memonopoli perdagangan di Indonesia Timur. Sultan Hasanuddin mengingat dan menaati prinsip-prinsip leluhurnya bahwa ia harus menggunakan sumber daya dan laut untuk menjamin kemakmuran rakyat.

Selama masa pemerintahannya, Kesultanan Gowa memiliki peran penting dalam kegiatan perdagangan di seluruh Nusantara, khususnya Nusantara timur. Ekonomi Gowa saat itu bergantung pada perdagangan maritim. Kesultanan tersebut menjadi pusat perdagangan Nusantara dan komunitas internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan tersebut, Belanda tertarik untuk menguasai Kesultanan. Hal ini akhirnya memicu perselisihan antara Sultan Hasanuddin dan pasukan Belanda.

Perselisihan ini kemudian memicu perang di sekitar Sulawesi Selatan. Pada tahun 1667, perang berakhir dengan Perjanjian Bongaya. Namun, kesepakatan ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan Sultan Hasanuddin dan rakyatnya.

Perjanjian memungkinkan VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima hak monopoli perdagangan di Nusantara Timur. Semua bangsa barat harus meninggalkan Gowa kecuali Belanda, dan Gowa diwajibkan membayar ganti rugi perang.

Sultan Hasanuddin melawan kembali dalam beberapa tahun berikutnya, namun tidak ada hasil yang memuaskan yang dicapai, dan VOC terus mendominasi Makassar. Diklaim bahwa alasan utama keruntuhan Gowa-Tallo adalah perjanjian tersebut, terutama setelah Sultan Hasanuddin meninggal pada tahun 1670.

Source link