Aston Martin, pabrikan mobil mewah asal Inggris, mengumumkan rencana pemotongan 5% atau 170 karyawan sebagai bagian dari upaya efisiensi untuk menghemat 25 juta poundsterling. Keputusan ini diambil setelah perusahaan mengalami peningkatan kerugian dan utang yang signifikan, serta proyeksi penjualan yang lebih rendah dari yang diharapkan. Langkah ini langsung mempengaruhi harga saham Aston Martin yang turun lebih dari 9% setelah pengumuman resmi pada Rabu (26/2/2025).
Dalam laporan keuangannya, kerugian sebelum pajak yang telah disesuaikan naik sebesar 48,7% menjadi 255,5 juta poundsterling untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember. Sementara utang bersihnya meningkat sebesar 43% menjadi 1,16 miliar poundsterling. Chief Executive Aston Martin, Adrian Hallmark, mengakui perlunya efisiensi lebih lanjut untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan.
Salah satu strategi yang diambil oleh Aston Martin adalah menunda peluncuran mobil listrik murni (EV) dan memprioritaskan pengembangan mobil hybrid ultra-mewah, Aston Martin Valhalla, untuk mendukung pertumbuhan keuangan di masa depan. Valhalla, yang merupakan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), diharapkan akan menjadi kontributor besar bagi perusahaan dengan rencana produksi hanya 999 unit dan harga per unit mencapai 850.000 poundsterling.
Namun, perusahaan juga menghadapi tantangan, termasuk potensi tarif baru sebesar 25% untuk mobil impor ke AS yang sedang dipertimbangkan oleh Presiden AS, Donald Trump, dan perlambatan pasar di China. Para analis dari Barclays menekankan bahwa proyeksi volume penjualan Aston Martin yang lebih rendah dari perkiraan serta kebutuhan akan stimulasi permintaan dan peningkatan pesanan menunjukkan tekanan besar yang dihadapi pasar mobil mewah dan sport.