Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memberlakukan tarif hingga 25% untuk beberapa negara sebagai kebijakan barunya. Hal ini memicu perang dagang antara Amerika Serikat dengan banyak negara, termasuk Meksiko dan Kanada yang sebelumnya terlibat dalam perjanjian perdagangan bebas tarif AS. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Presiden Trump kini menargetkan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia. Indonesia pada tahun 2024 memiliki surplus sebesar US$ 19,3 miliar terhadap AS, menduduki peringkat ke-15.
Sri Mulyani menyatakan bahwa Vietnam kemungkinan akan menjadi target tarif tinggi selanjutnya setelah negara-negara sebelumnya yang telah terkena dampak tarif. Jika tarif diberlakukan terhadap Indonesia, ini dapat mengakibatkan meningkatnya biaya rantai pasok dari sektor manufaktur hingga sektor digital. Rantai pasok juga akan mengalami gangguan, harga komoditas akan fluktuatif, dan sentimen pasar akan tidak stabil. Hal ini memunculkan konsekuensi yang membuat semua negara mempertimbangkan investasi, relokasi, dan pembaruan rantai pasok mereka.
Tindakan Trump dalam menerapkan tarif atas negara-negara tertentu telah menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian global, termasuk Indonesia. Sri Mulyani menekankan pentingnya negara-negara mempersiapkan strategi dalam menghadapi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kebijakan tarif tersebut. Kesimpulan dari konferensi pers tersebut adalah perlunya kewaspadaan dan perencanaan yang matang dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang berubah.