Implikasi Tarif Impor Trump 32% terhadap Nasib Sawit RI

by -12 Views

Kebijakan tarif tinggi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi ancaman serius bagi Indonesia yang dikenakan bea masuk sebesar 32% untuk produk ekspor, termasuk minyak sawit mentah (CPO). Para petani dan pelaku industri sawit dalam negeri mulai khawatir dengan dampak yang akan dirasakan, terutama terkait harga dan penyerapan tandan buah segar (TBS) dari petani.

Menurut Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, kebijakan tarif ini merupakan bagian dari strategi yang lebih kompleks bukan hanya sebagai upaya proteksi ekonomi semata. Ia melihat hubungan kebijakan tarif ini dengan kepatuhan negara-negara terhadap regulasi dan jejak produksi (traceability).

Data SPKS mencatat bahwa ekspor CPO Indonesia ke AS pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton. Namun, penurunan ekspor sebesar 20% pada Januari 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi bahkan ketika kebijakan tarif baru hanya sebatas rumor.

Darto juga menyoroti bahwa pemerintah Indonesia memberlakukan tarif ekspor seperti Pungutan Ekspor (PE) dan tarif Bea Keluar (BK) sawit sebesar US$ 170 per metrik ton, yang dianggap semakin memberatkan petani dan pelaku usaha sawit di tengah pasar global yang semakin sempit. Selain itu, upaya efisiensi seperti mengurangi pupuk, jam kerja, hingga herbisida dinilai tidak sebagai solusi jangka panjang dan dapat merugikan pelaku usaha.

Darto memandang bahwa Indonesia harus proaktif dalam menghadapi kondisi yang sulit ini. Pemerintah perlu terlibat lebih aktif dalam berbagai upaya, termasuk melobi pasar baru, menyesuaikan diri dengan standar keberlanjutan global, dan menurunkan tarif ekspor untuk memperkuat kepastian hukum dalam aktivitas usaha. Darto juga mengingatkan perlunya perbaikan regulasi dan tata kelola sektor sawit di dalam negeri untuk menghindari korupsi dan mengambil keputusan strategis dengan lebih cepat.

Source link