Makna Tarif Resiprokal Donald Trump: Geger Dunia!

by -11 Views

Awal bulan ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan kebijakan tarif resiprokal yang membuat geger satu dunia. Sejumlah negara dikenakan tarif tersebut, termasuk Indonesia yang dibebankan 32%. Lalu apa sebenarnya tarif resiprokal? Menurut Trump, ini berarti tindakan balasan, di mana negara lain melakukan hal yang sama terhadap AS. Tujuan dari pungutan ini adalah untuk meningkatkan manufaktur serta menyamakan kedudukan dengan negara lain yang membebankan tarif lebih tinggi ke AS daripada sebaliknya.

Tarif resiprokal ini mengenakan pajak yang setara untuk impor AS sesuai dengan tarif yang diterapkan negara lain pada ekspor AS berdasarkan produknya. Hal ini berbeda dengan praktik sebelumnya di mana tarif yang diterapkan oleh AS dan mitra dagangnya berbeda untuk produk yang sama, seperti contohnya Jerman yang memberlakukan tarif lebih tinggi untuk kendaraan AS dibandingkan sebaliknya.

Namun, penerapan tarif resiprokal ini juga memiliki kendala. Menentukan tarif pada berbagai produk dapat menjadi sangat rumit, terutama jika diterapkan pada setiap kategori produk dengan setiap mitra dagang. Meskipun begitu, pendekatan Trump dalam perhitungan tarif ini bisa berdampak besar pada AS di masa depan, dengan sekitar setengah dari tarif bea yang dikenakan negara lain.

Kebijakan ini juga dilihat sebagai upaya untuk mencapai kesepakatan dagang yang disetujui oleh pemerintahan Trump, bukan semata-mata untuk menggeser produksi ke AS atau meningkatkan pemasukan negara. Akan tetapi, pendekatan ini juga dapat memicu reaksi balasan dari negara-negara lain, menciptakan potensi konflik dalam bidang perdagangan global.

Ini mewakili pergeseran signifikan dalam kebijakan dagang AS dan akan memiliki dampak jangka panjang pada kerjasama dagang internasional. Selain itu, tarif yang diterapkan oleh AS tidak lagi didasarkan pada impor atau ekspor produk tertentu tetapi disamakan berdasarkan negara asalnya. Hal ini dapat menciptakan kompleksitas baru dalam hubungan perdagangan antarnegara dan memicu ketegangan lebih lanjut dalam politik perdagangan global.

Source link