Presiden Prabowo Subianto memerintahkan para menterinya untuk menghapus sistem kuota dan pertimbangan teknis (pertek) dalam impor pangan, terutama untuk komoditas penting seperti daging sapi. Dia menekankan pentingnya impor dilakukan secara netral dan terbuka tanpa melibatkan hanya beberapa perusahaan. Merespons arahan tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa kebijakan harus tetap berfokus pada produksi dalam negeri, bukan membiarkan impor mendominasi pasar.
Menurut Arief, mekanisme impor hanya menjadi opsi terakhir jika produksi domestik tidak mencukupi kebutuhan nasional. Aspek keseimbangan perdagangan juga dipertimbangkan dalam kebijakan perdagangan internasional. Misalnya, dalam hubungan dagang dengan India, diperlukan keselarasan antara ekspor dan impor komoditas untuk memastikan keseimbangan perdagangan.
Kekhawatiran tentang kebijakan impor yang dapat mengganggu semangat swasembada ditolak oleh Arief. Dia menegaskan bahwa impor tidak berarti pasar akan diisi dengan produk luar negeri. Rekomendasi impor tidak boleh dipahami sebagai pembukaan pasar tanpa batas, namun harus didukung oleh perhitungan yang matang.
Prinsip ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menempatkan pemenuhan kebutuhan dari dalam negeri sebagai prioritas utama. Arief menekankan bahwa impor harus diatur dengan cermat dan tidak hanya menguntungkan sejumlah perusahaan tertentu. Pernyataan Prabowo tentang impor daging harus dilihat dalam konteks data yang telah tersedia agar kebijakan impor dapat dirumuskan dengan baik.