Iran dan Amerika Serikat memulai negosiasi baru terkait program nuklir di Roma pada Sabtu (19/4/2025) dalam upaya untuk mengatasi ketegangan yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi dan utusan Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff akan berpartisipasi dalam pembicaraan tidak langsung melalui perantara Oman. Negosiasi langsung antara kedua negara terakhir kali terjadi pada 2015 di bawah pemerintahan Barack Obama.
Iran menegaskan komitmennya pada diplomasi dan mengajak semua pihak terlibat untuk mencapai kesepakatan nuklir yang adil dan masuk akal. Mereka berharap kesepakatan tersebut akan menghormati hak-hak negara, mencabut sanksi yang tidak adil, dan memberikan jaminan terkait program nuklir Iran. Sebaliknya, Presiden Trump kembali menegaskan bahwa ia mendukung upaya untuk mencegah Iran memiliki senjata nuklir.
Meskipun tekanan maksimum terhadap Iran diperkuat kembali oleh pemerintahan Trump, Iran tetap bersikeras bahwa program nuklirnya bertujuan untuk kepentingan damai. Mereka bersedia untuk bernegosiasi tentang pembatasan tertentu sebagai imbalan atas pencabutan sanksi, tetapi menuntut jaminan yang kuat dari Amerika Serikat. Sejak 2019, Iran telah melanggar kesepakatan nuklir 2015 dengan melampaui batas produksi uranium.
Dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, harapan internasional semakin menguat untuk menemukan solusi yang positif melalui dialog. Diplomat dari kedua negara diharapkan dapat menemukan kesepakatan yang saling menguntungkan dan mencegah eskalasi konflik di Timur Tengah. Kegagalan dalam mencapai kesepakatan nuklir dapat membuka kemungkinan tindakan militer yang akan memperburuk situasi di wilayah tersebut.