Indonesia masih memiliki potensi untuk meningkatkan produksi minyak bumi di dalam negeri berkat cekungan-cekungan migas yang masih belum tereksplorasi. Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dari 128 cekungan migas yang dimiliki Indonesia, hanya 20 di antaranya sudah berproduksi. Rinciannya, terdapat 27 cekungan discovery, 5 cekungan terbukti dengan sistem petroleum, 3 cekungan indikasi hidrokarbon, 8 cekungan dengan data geologi dan geofisika, serta 65 cekungan yang masih belum dipelajari.
Pada Media Briefing IPA Convex, Kepala Divisi Prospektivitas Migas dan Manajemen Data Wilayah Kerja SKK Migas Asnidar menyatakan bahwa penambahan 21 basin produksi melalui lapangan abadi WK Masela diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi industri hulu migas di Indonesia. Hal ini juga menjadi peluang investasi yang menarik.
Menurut Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, produksi rata-rata minyak dan gas pada tahun 2024 mencapai 1,79 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). Angka tersebut terdiri dari produksi harian minyak sebesar 580.224 barel per hari (BOPD) dan gas bumi sebesar 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Djoko juga membeberkan bahwa target lifting produksi migas Indonesia pada tahun 2025 adalah sebesar 1,61 juta BOEPD, terdiri dari 605 ribu barel minyak bumi dan gas sebesar 5.628 MMSCFD. Produksi minyak adalah volume minyak yang dihasilkan dari perut bumi, sedangkan lifting minyak adalah volume minyak yang siap untuk dijual.
Dengan potensi cekungan migas yang belum tergarap sepenuhnya, dan target produksi migas yang ambisius, Indonesia memiliki harapan untuk mempertahankan posisinya sebagai produsen minyak dan gas terkemuka di dalam negeri di masa depan.