Taariu! Pekik Jiwa untuk Menyelamatkan Alam

by -21 Views

Dalam kesejukan pagi di kaki Gunung Tangkuban Parahu, sebuah rasa kebersamaan yang dalam menyelimuti ribuan manusia yang hadir penuh takzim mengenakan busana adat dari berbagai penjuru negeri. Di sana, ritual Ngertakeun Bumi Lamba kembali digelar, dalam getaran spiritual yang sulit tergantikan. Selama nyaris dua dekade, tradisi ini bukan sekadar menjadi agenda rutin, melainkan menjadi detak jantung persembahan kasih yang menyatukan manusia, semesta, serta leluhur dalam tarian roh dan alam.

Karinding yang dimainkan masyarakat Baduy menjadi awalan harmoni, didukung lembutnya suara angklung. Ngertakeun Bumi Lamba, melalui kidung dan doa lintas adat nusantara, menjadi panggung spiritual yang mengajarkan bahwa nyanyian bukan hanya suara tetapi pencerahan atas rasa. Ritual yang dirangkai dengan hikmat menciptakan ruang untuk merenung, membentuk lapisan kesadaran baru pada setiap insan yang datang, bahwa cinta kasih tidak mengenal sekat wilayah ataupun perbedaan keyakinan.

Ngertakeun Bumi Lamba menyuarakan sebuah harapan agar manusia selalu menghormati ibu bumi. Manusia harus belajar berbagi kasih tidak hanya kepada sesama namun pada seluruh makhluk, sebagaimana lembah, gunung, dan samudra adalah saudara sejiwa. Ampun dan syukur hadir dalam setiap bisikan doa dan getar tetabuhan Minahasa yang tak hanya menyejukkan telinga, tapi juga meresap hingga ke sumsum penghayatan. Di sanubari, manusia belajar merunduk. Tak ada yang lebih utama, sebab semua hanyalah titik kecil di hadapan ciptaan semesta.

Dalam pelaksanaannya, upacara Ngertakeun Bumi Lamba dimulai dari pembersihan jiwa dan lingkungan, diteruskan prosesi adat dan doa, lalu penutup berupa persembahan tulus di Kawah Ratu. Karena maknanya yang dalam, setiap langkah menjadi cara menegakkan keseimbangan hidup dan menjaga harmoni. Arista Montana dan Yayasan Paseban bersama masyarakat Dayak, Minahasa, Sunda dan lainnya, membaitkan sumpah merawat alam. Para tokoh, di antaranya Andy Utama serta Bapak Wiratno, menyampaikan pandangan bahwa hanya dengan merawat bumi, kebudayaan Nusantara benar-benar diwariskan dengan bermartabat untuk anak cucu.

Pekik dan seruan dari para pemimpin adat—baik dari Dayak maupun Minahasa—mengisi ruang udara dengan tekad bulat, mengumandangkan pentingnya keseimbangan manusia dan bumi. “Alam tak butuh manusia, manusialah yang tak bisa hidup tanpa alam,” menjadi pesan utama yang digaungkan berulang kali di panggung ritual. Bukan sekadar seremoni, Ngertakeun Bumi Lamba merupakan janji keramat untuk menjunjung nilai hidup yang selaras dengan bumi.

Ketika upacara berakhir, energi dan semangat yang digelorakan meluas bersama kabut pagi, menanam tekad baru untuk semakin erat merawat semesta, dan menjaga bumi ialah pijakan utama menuju harmoni. Pesan-pesan leluhur, mengingatkan bahwa tugas manusia belum usai: menghidupi dan mengamalkan kasih dalam tindakan nyata, agar bumi tetap lestari untuk anak cucu di masa mendatang.

Yayasan Paseban menjadi garda menjaga warisan spiritual dan lingkungan di kawasan Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Tangkuban Parahu. Bersama Arista Montana, kini mereka telah menanam puluhan ribu pohon puspa, rasamala hingga damar di hamparan gunung yang disakralkan leluhur. Bagi Andy Utama, reboisasi ini bukan aksi simbolik, melainkan pengejawantahan nyata pesan leluhur yang dihidupkan dalam aktivitas sehari-hari.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam