Tanaman asal Indonesia yang memiliki banyak manfaat adalah daun salam. Selain digunakan sebagai bumbu dapur, daun salam dikenal sebagai obat tradisional karena mengandung nutrisi dan senyawa bioaktif. Permintaan daun salam dari pasar global, terutama dari negara maju seperti Jepang, Australia, dan Belanda, terus meningkat. Namun, nilai ekspor daun salam Indonesia justru mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun begitu, daun salam bukan hanya memperkaya masakan Indonesia, tetapi juga memiliki nilai fungsional dan farmakologis yang dicari oleh pasar ekspor.
Studi menunjukkan bahwa daun salam mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, eugenol, tanin, dan minyak atsiri yang memiliki berbagai manfaat kesehatan. Negara seperti Jepang dan Korea Selatan mulai menggunakan ekstrak daun salam dalam produk teh herbal, suplemen pengatur gula darah, dan produk perawatan kulit. Meskipun permintaan global terhadap daun salam terus meningkat, ekspor daun salam Indonesia mengalami penurunan trend sejak 2022. Hal ini disebabkan oleh kurangnya standarisasi bahan baku dan pengolahan pascapanen yang memenuhi standar ekspor.
Meski nilai ekspor total mengalami penurunan, Jepang tetap menjadi pasar utama bagi ekspor daun salam Indonesia dengan nilai ekspor yang meningkat tajam. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pangsa pasar global menyempit, negara-negara yang menghargai nilai fungsional daun salam terus memperbesar permintaannya. Peluang ekspor daun salam dari Indonesia ke negara lain seperti Korea Selatan, Australia, dan Belanda juga masih terbuka, meskipun dihadapi dengan perubahan regulasi yang ketat.
Potensi daun salam sebagai komoditas ekspor masih besar, terutama dengan perkembangan tren gaya hidup sehat, konsumsi plant-based, dan minat terhadap pengobatan alami. Namun, agar Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam pasar global rempah-rempah, diperlukan standarisasi hulu-hilir, pelatihan bagi petani, penguatan koperasi rempah, serta insentif ekspor bagi UMKM di bidang rempah olahan.