Dalam buku ini, saya telah banyak bercerita tentang pemimpin-pemimpin yang saya kagumi, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri. Mereka adalah contoh yang patut kita pelajari. Namun, ada juga beberapa kasus yang merupakan contoh buruk, di mana perwira dan komandan tidak layak untuk dicontoh. Menurut saya, mereka bukanlah pemimpin yang benar.
Salah satu contoh yang saya ceritakan terjadi di daerah operasi. Seorang perwira lulusan Akademi Militer memimpin suatu pasukan yang cukup terkenal. Saat pasukan ini ditugaskan untuk melakukan pengamanan di sebuah bukit di luar desa, sang perwira memerintahkan pembuatan pos pertahanan. Namun, selama beberapa minggu di pos tersebut, sang letnan menarik perhatian anak kepala desa yang juga kepala suku di daerah tersebut. Sang letnan kemudian membawa anak kepala suku tersebut dan memperlakukannya sebagai ‘gundik’ selama beberapa minggu.
Beberapa hari sebelum pasukan tersebut akan pulang, rakyat kampung secara senyap melakukan penyergapan terhadap pos tersebut dan seluruh pasukan tewas. Peristiwa ini sangat menggegerkan TNI saat itu. Pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini adalah bahwa sang letnan telah melanggar kaidah-kaidah TNI, yang seharusnya membela kepentingan rakyat. Sikapnya yang arogan malah mengakibatkan bencana bagi anak buahnya.
Ini adalah contoh kekeliruan leadership lapangan yang sangat fatal, yang membawa akibat sangat fatal. Saya menceritakan cerita ini bukan untuk menjelekkan orang, tapi agar kita semua hindari dan tidak melakukan hal-hal seperti ini, terutama bagi mereka yang ingin menjadi pemimpin lapangan yang baik.