Dampak Pemanasan Konflik di Timur Tengah terhadap Perekonomian Global

by -105 Views

Perang antara Hamas dan Israel di Timur Tengah baru-baru ini telah menimbulkan ketidakpastian terhadap perekonomian dunia. Menurut analisis dari Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Anggito Abimanyu, IMF sebelumnya telah memperingatkan bahwa pemulihan ekonomi global setelah pandemi Covid-19 masih berjalan lambat, terutama dengan serangan Rusia ke Ukraina yang menyebabkan ketidakstabilan harga energi dan pangan di seluruh dunia.

Anggito menjelaskan bahwa konflik baru di Timur Tengah dapat mengganggu perekonomian global yang sedang berjuang pulih dari berbagai krisis selama beberapa tahun terakhir. Pertempuran antara Israel dan Hamas telah menciptakan gangguan di wilayah tersebut dan menunjukkan betapa sulitnya melindungi perekonomian dari guncangan global yang sering terjadi dan sulit diprediksi.

Selain itu, pejabat dunia saat ini sedang berjuang mengatasi dampak ekonomi yang masih ada dari pandemi Covid-19 dan konflik Rusia di Ukraina. Kemunculan krisis baru akibat perang di Timur Tengah semakin memperburuk keadaan.

Dalam konteks ini, peringatan dari Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, bahwa perekonomian dunia berada dalam kondisi sulit menjadi relevan. Banga menyatakan bahwa perang tidak akan membantu bank sentral dan mencoba menemukan jalan tengah, yaitu upaya dari para pembuat kebijakan ekonomi untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi.

Banga juga membandingkan dampak perang di Timur Tengah dengan perang di Ukraina, di mana konflik tersebut awalnya menyebabkan kenaikan harga minyak dan pangan yang mengguncang pasar global. Namun, jika perang di Timur Tengah ini meluas, maka hal ini akan menjadi lebih berbahaya dan dapat mengakibatkan krisis dengan proporsi yang tidak dapat dibayangkan.

Chief Economist CNBC Indonesia, Anggito, juga menekankan bahwa pasar minyak dunia sudah gelisah, terutama mengenai harga energi. Kenaikan harga minyak yang terjadi dapat membuat Federal Reserve dan bank sentral lainnya terpaksa menaikkan suku bunga, yang akan menjadi kontraproduktif bagi perekonomian global. Saat ini, kita menghadapi dua front dalam hal harga energi dan pangan global, yaitu konflik Rusia vs Ukraina dan konflik di Timur Tengah.

Meskipun demikian, Anggito juga menyinggung pernyataan Chief Economist IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, yang menyatakan bahwa masih terlalu dini untuk menilai apakah kenaikan harga minyak baru-baru ini akan berkelanjutan.

IMF juga telah melakukan penelitian mengenai dampak kenaikan harga minyak dunia, di mana kenaikan harga sebesar 10% dapat membebani perekonomian global, mengurangi produksi sebesar 0,15%, dan meningkatkan inflasi sebesar 0,4% pada tahun depan. IMF juga mencatat bahwa pemulihan ekonomi global masih rapuh dan mempertahankan perkiraan pertumbuhan global sebesar 3% untuk tahun ini.

Namun, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan global untuk tahun 2024 menjadi 2,9% dan menggarisbawahi risiko-risiko yang ada, termasuk kemungkinan terjadinya bencana alam besar akibat perubahan iklim.

Dalam konteks ini, perekonomian Eropa juga terjebak di tengah meningkatnya ketegangan global. Pemerintah Eropa telah berusaha mengurangi ketergantungan pada gas alam Rusia sejak serangan Rusia ke Ukraina pada tahun 2022. Mereka berhasil beralih ke pemasok di Timur Tengah. Uni Eropa juga telah menyatakan solidaritas dengan Israel dan mengutuk serangan dari Hamas.

Indonesia, sebagai salah satu negara terdepan dalam mendukung kemerdekaan Palestina, mengutuk balas dendam Israel kepada masyarakat sipil di Gaza dan meminta PBB untuk segera meminta gencatan senjata agar krisis ini tidak merembet menjadi masalah yang membahayakan krisis dunia.