Meletusnya Perang Baru antara China dan Kanada, Presiden Xi Jinping Berencana Mem balas Dendam

by -36 Views

Perang dagang antara China dan Kanada semakin memanas. Beijing resmi meluncurkan pembalasan atas serangan Ottawa terhadap mobil listrik produksi mereka, pada Selasa (3/9/2024).

Pemerintahan Presiden Xi Jinping kini sedang melakukan penyelidikan anti dumping terhadap komoditas dan ekspor andalan Kanada. Dua yang disorot antara lain kanola dan produk kimia.

Kementerian Perdagangan China dalam sebuah keterangan menyebut ekspor kanola Kanada ke China telah meningkat secara signifikan mencapai US$3,47 miliar pada tahun 2023. Namun harga kemudian terus turun dan merugikan para petani lokal.

“Kami akan memulai penyelidikan anti dumping terhadap kanola yang diimpor dari Kanada, sesuai dengan hukum,” tulis keterangan itu dikutip dari AFP.

“Eksportir Kanada diduga melakukan dumping produk ke pasar China dan bahwa industri terkait kanola dalam negeri China terus mengalami kerugian di bawah pengaruh persaingan tidak sehat oleh pihak Kanada,” tegasnya.

Tak dijelaskan secara signifikan mengenai produk kimia asal Kanada yang tengah diuji. Namun China menegaskan akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mempertahankan hak dan kepentingan yang sah dari perusahaan-perusahaannya.

Sebelumnya, Kanada secara resmi mengumumkan akan menjatuhkan tarif bea masuk hingga 100% bagi mobil listrik yang diimpor dari China, di samping bea masuk impor sebesar 6,1% yang sudah ada, pada 26 Agustus lalu. Selain mobil listrik, Kanada juga mengenakan tarif 25% pada baja dan aluminium China.

Pengumuman tersebut menyusul pertemuan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan menteri kabinet pada sehari sebelumnya. Tarif baru kendaraan listrik berlaku 1 Oktober sementara aluminium dan baja 15 Oktober.

“Pelaku seperti China telah memilih untuk memberi diri mereka keuntungan yang tidak adil di pasar global,” kata Trudeau menyebut tudingan subsidi pemerintah Beijing sebagai penyebabnya, dikutip dari Associated Press (AP).

“Kami melakukannya sejalan, secara paralel, dengan negara-negara ekonomi lain di seluruh dunia yang menyadari bahwa ini adalah tantangan yang kita semua hadapi. Kecuali kita semua ingin berlomba-lomba sampai ke dasar, kita harus bangkit,” jelas Trudeau lagi.

Industri manufaktur otomotif Kanada mempekerjakan lebih dari 125.000 orang. Kanada telah menginvestasikan miliaran dolar untuk mendukung transisi ke kendaraan listrik dan memperkuat rantai pasokan baterai domestik.

Pada konferensi pers di Halifax, di pantai Atlantik Kanada, Trudeau sempat menyatakan bahwa kelebihan produksi kendaraan listrik China dan subsidi besar-besaran dari pemerintah untuk sektor otomotifnya “mengharuskan kita untuk bertindak.” Kedutaan Besar China di Kanada langsung bereaksi dan menyampaikan “ketidakpuasan yang kuat” atas rencana Ottawa itu.

Sebenarnya Kanada merupakan salah satu produsen kanola teratas di dunia. Tanaman ini digunakan untuk membuat minyak goreng, pakan ternak, dan bahan bakar biodiesel.

China secara historis telah menjadi salah satu pelanggan terbesarnya. Namun, hubungan bilateral itu membeku selama beberapa tahun sejak 2018, ketika Kanada menahan seorang eksekutif puncak dari raksasa teknologi China Huawei, Meng Wanzhou, yang mendorong Beijing untuk menangkap dua warga negara Kanada sebagai balasan.

Pada tahun 2019, Beijing sempat melarang impor dari dua penyedia kanola Kanada, Richardson International dan Viterra Inc. Alasan China adalah terdeteksinya organisme berbahaya dalam pengiriman.

Langkah itu digambarkan oleh pihak Kanada saat itu sebagai tidak memiliki dasar ilmiah dan secara luas dianggap dimotivasi oleh pertikaian yang lebih luas antara kedua negara. Hubungan berubah positif pada September 2021, ketika Meng dan dua warga negara Kanada yang ditahan oleh China dibebaskan setelah Meng mencapai kesepakatan dengan jaksa Amerika Serikat (AS).

Pada Mei 2022, China mencabut larangan impor kanola dari perusahaan-perusahaan Kanada. Meskipun relatif mereda, kedua negara dalam beberapa tahun terakhir terus berselisih dalam berbagai masalah mulai dari perdagangan dan teknologi hingga hak asasi manusia.