Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi global hingga paruh pertama tahun ini belum membaik, menyebabkan pertumbuhan ekonomi global terus stagnan.
Ia menyebutkan bahwa penyebab stagnasi ekonomi global adalah konflik geopolitik yang belum terselesaikan, ditambah dengan gejolak pemilu di negara maju serta belum pulihnya rantai perdagangan global akibat perang tarif yang dipicu oleh over produksi industri di China.
“Pertumbuhan ekonomi dunia masih stagnan rendah, ini juga merupakan pertumbuhan ekonomi terlemah dalam seabad, kecuali pada tahun 2020 saat pandemi, dan belum ada perubahan dari tahun lalu sebesar 3,2%,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (8/7/2024).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa stagnasi pertumbuhan ekonomi global juga dipicu oleh tren suku bunga bank sentral negara maju yang tinggi, terutama oleh Bank Sentral AS (The Federal Reserve atau The Fed) yang sulit menurunkan tingkat inflasi.
Tingginya tren suku bunga The Fed tersebut telah menyebabkan nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS, dan saat ini rupiah terus bergerak di atas Rp 16.000/US$. Sri Mulyani menekankan bahwa inflasi masih tinggi karena biaya sewa dan upah tenaga kerja di negara maju belum turun, meskipun harga komoditas telah turun.
Masalah ekonomi global ini diprediksi akan mempengaruhi kondisi domestik, terutama neraca perdagangan dan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Sri Mulyani menyoroti pentingnya waspada dalam mengelola APBN dan perekonomian nasional mengingat dampak hubungan antar negara dan sentimen pasar uang serta pasar surat berharga.
(Artikel ini disadur dari CNBC Indonesia)