Bahlil Mengingatkan Tentang Ancaman Kehilangan Devisa Rp 500 Triliun Akibat Tekan Impor LPG

by -142 Views

Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendorong strategi untuk menekan angka impor gas Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang selama ini cukup menguras devisa negara.

Bahlil mencatat total volume impor LPG oleh Indonesia saat ini berkisar di level 5,5 juta ton hingga 7 juta ton per tahun. Kondisi ini menyebabkan Indonesia harus kehilangan devisa hingga ratusan triliun rupiah.

“Berapa devisa uang negara yang hilang? Rp 450 sampai Rp 500 triliun. Pertanyaan berikut, apakah kita nggak bisa membuat LPG? Ini kan cara berpikir kita yang harus kita bangun industri,” kata Bahlil dalam Program Economic Update CNBC Indonesia, Kamis (1/8/2024).

Bahlil menyadari bahwa produk LPG sendiri minimal mengandung campuran Propane (C3) dan Butane (C4). Sementara itu wilayah kerja atau blok migas di Indonesia yang mengandung C3 dan C4 cukup terbatas.

“Sekalipun kita tahu bahwa gas kita itu kan banyak. Cuma C3 C4 sebagai bahan baku LPG, itu kan terbatas. Nah, kita akan bangun terus hilirisasinya. Termasuk nikel, bauksit, timah, sektor perikanan, sektor pertanian, sektor kehutanan. Harus kita melakukan,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG dari tahun ke tahun rupanya semakin parah. Hal tersebut tentunya membuat beban keuangan negara semakin berat.

Berdasarkan data dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023, impor LPG sepanjang 2023 telah tembus 6,950 juta ton atau sekitar 79,7% dari total kebutuhan LPG nasional sebesar 8,710 juta ton.

Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 3,13% apabila dibandingkan realisasi impor LPG 2022 yang tercatat hanya sebesar 6,739 juta ton. Adapun jika menengok dalam 10 tahun terakhir, impor LPG RI terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Berikut rincian data impor LPG mulai dari periode 2013-2023:

2013: 3,299 juta ton
2014: 3,604 juta ton
2015: 4,237 juta ton
2016: 4,475 juta ton
2017: 5,461 juta ton
2018: 5,566 juta ton
2019: 5,714 juta ton
2020: 6,396 juta ton
2021: 6,336 juta ton
2022: 6,739 juta ton
2023: 6,950 juta ton

(pgr/pgr)